Selasa, 23 September 2008

Cerita. 3 Syari'ah Islam " Kebudayaan Lokal"


Selesai sholat lohor, aku berdo'a sejenak seperti kebiasaanku, dan pengen bersantai sejenak di teras pondok pak Musadad sambil mengumpulkan pertanyaan-pertanyan yag akan aku sampaikan nanti. Tapi, itu tidak jadi aku lakukan, karena bapak itu masih khusuk dalam duduk tafakurnya, kuputuskan untuk menunggu saja. Tiba-tiba, pak Musadad berbalik kearahku dan menyodorkan tangannya, mengajak bersalaman. Sejenak aku terdiam, tidak memberi respon, karena timbul pertanyaan dibenakku, bukankah sewaktu aku datang kami sudah bersalaman, sebagai tanda perjumpaan dan silaturahim. Apa maksud salaman sehabis sholat ini...?

"Allahuma sholli'ala muhammad....." ucap bapak itu, sambil menyorongkan tangannya. Serentak aku sambut sambil mengucap sholawat juga. Dan pertanyaanku tadi tetap tidak terjawab.

"Ayo, mari kita keteras.." Ajak pak Musadad,sambil hendak berdiri.

"Bagaimana kalau disini saja pak, biar seperti orang yang lagi belajar." Pintaku. Lalu bapak itu duduk kembali.

"Tapi saya bukan guru mas, belum pantas..."

"Tidak apa-apa pak" jawabku

"Kalau begitu kita lanjutkan,tapi mas juga harus belajar dengan yang lain lagi, hendaknya mas cari guru yang bisa dan mengajari mas dengan benar dan sistematis."

"Berdasarkan Ayat Alqur'an yang tadi, dapat dikatakan bahwa hukum syari'ah bersifat fleksibel. Dimana penerapannya disesuaikan dengan kondisi manusia pada saat itu, baik pribadi maupun secara komunal. Perlu diingat bahwa pribadi-pribadi manusia itu berbeda, dan hidup secara berkelompok membentuk suatu komunitas dan saling berinteraksi. Karena adanya interaksi tersebut maka muncul aturan-aturan yang disepakati bersama, baik tertulis maupun tidak. Hasil interaksi itu membentuk sebuah budaya yang mereka jalani."

"Sedangkan agama merupakan salah satu sumber kebudayaan, bahkan ada yang memahami nya sebagai produk kebudayaan. Untuk sementara, saya mengganggap agama adalah sumber kebudayaan, karena itu penerapan hukum syari'ah kedalam suatu budaya lokal justru akan memperkaya nilai-nilai budaya lokal itu sendiri, ambil contoh soal pakaian. Syari'ah dengan jelas memberikan batasan dalam hal aurat yang harus ditutupi.

"Tapi, apakah ia menuntut model tertentu seperti pakaian di zaman Rasul SAW. Saya rasa tidak, karena agama memandang model itu sebagai simbol/mabna yang merupakan bagian dari semangat kreativitas budaya/tradisi manusia, dan itu dapat berubah-ubah tergantung kondisi manusia, mungkin karena waktu, tempat, iklim, zaman, komunitas, makanan pokok, tingkat libido dan lain sebagainya. Sedangkan ketentuan menutup aurat tidak berubah." Pak Musadad menjelaskan.

"Tapi, Rasul SAW mengajarkan kita, terutama kaum wanitanya untuk memakai jilbab dan cadar?" Aku mencoba menyanggah contoh yang diberikan oleh bapak itu.

"Benar. Tapi harus diingat Islam diturunkan Allah SWT di lingkungan budaya Arab dan Rasul adalah orang Arab. Tapi apakah Islam itu identik dengan Arab, atau sebaliknya..? Tentu saja tidak. Islam diturunkan Allah RasulNya untuk seluruh umat manusia, bukan untuk satu bangsa atau kaum. Nah karena itu maka Islam dapat diterapkan pada karakter dan budaya masing-masing umat. Jelas fleksibel sekali kan...?"

"Ini ada satu Hadis yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi yang berkaitan dengan penerapan hukum syari'ah, terjemahannya seperti ini,
" Kalian, para sahabat, hidup di suatu zaman (zaman Rasul SAW), bila kalian meninggalkan 10% dari ajaran agama maka kalian akan hancur diazab Allah. Namun kelak, akan datang suatu zaman, kendatipun mereka baru mampu menerapkan 10% saja dari ajaran agama ini, mereka akan selamat dari ancaman azab".
Bagi saya hadis ini dapat dipandang sebagai dorongan moral-spiritual bagi umat untuk berusaha semaksimal mungkin dalam penerapan hukum syari'ah sampai batas kemampuannya. Bukankah Allah juga menegaskan, bertakwalah engkau sesuai dengan kadar kemampuanmu, ittaqullah mastatha'tum. Semakin tinggi tingkat kesulitan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, semakin tinggi nilai penghargaan yang diperolehnya dari Allah."

"Oh...iya, hampir lupa. Saya ambil minum dulu ya mas." Kata bapak itu sambil pergi ke arah dapur.

Dan aku, masih duduk bersila sambil mengerutkan dahi. " Ternyata tidak sesimple itu penerapan syari'at islam pada suatu bangsa, apalagi bangsa Indonesia yang sangat beragam ini. Sukunya, letak geografisnya, karakternya, makanannya sampai budayanya. Jelas akan banyak perbedaan bentuk aturan hukumnya. Tapi yang paling penting adalah penerapan nilai-nilai ajaran islam di dalamnya, dan terutama sekali adalah nilai ketauhidannya ada pada setiap produk budaya itu" Batinku.

"Mas, saya punya satu pertanyaan." Kata pak Musadad, sambil menyodorkan secangkir kopi panas di depanku.

"Apakah Allah SWT akan bertanya kepada kita, apa yang telah kamu hasilkan, atau seberapa besar pahalamu?" Kusimak dalam-dalam pertanyaan ini.

"Tidak pak," Jawabku pelan.

"Betul itu mas. Karena yang akan ditanya itu adalah Apa upayamu atau apa usahamu, untuk mendapatkan pahalaKu." sambutnya jelas.

"Mengapa seperti itu? Karena upaya itu adalah hak yang dimiliki manusia, sedangkan hasilnya pada hakekatnya mutlak di tangan Allah SWT. Itu sebabnya kenapa Allah tidak akan bertanya pada hambaNya sesuatu yang ada di tanganNya."

"Pak, melanjut soal syari'ah dan budaya tadi. Karena manusia itu sangat beragam dan tentu budayanya berbeda-beda,jelas akan ada perbedaan aturan/hukum yang dibentuknya. Tapi yang paling penting menurut saya adalah penerapan nilai-nilai ajaran islam di dalamnya, dan terutama sekali adalah nilai ketauhidannya ada pada setiap produk budaya itu." Aku sampaikan pemahamanku.

"Benar mas, dan seharusnya seperti itu."

"Kalau begitu, dengan sendirinya akan terbentuk suatu perpaduan ajaran islam dengan budaya lokal, contohnya budaya Jawa islami, Bugis islami, Banjar islami dan Indonesia yang islami."

"Ya, Indonesia yang Islami. Jangan Indonesia yang Arabi, yaitu Arabisasi Indonesia atas nama Agama, seperti yang dilakukan beberapa kelompok/organisasi massa yang berlebel islam." Sambung pak Musadad sambil tersenyum.

"Untuk sementara obrolan kita sampai sini aja dulu mas, malam nanti atau besok kita lanjutkan lagi."

"Tapi, pak...."

"Sudahlah, mas nginap aja, nanti kita keliling Garut untuk lihat-lihat suasananya, Garut itu indah lho mas..." Bujuknya.

"Maaf pak, saya lupa memperkenalkan diri. Dan risih rasanya dipanggil dengan "Mas" terus. Nama saya Himawan, pak." Aku perkenalkan diriku.

"He he he,... saya pikir mas, eh, nak Himawan tidak ingin namanya saya ketahui." Canda pak Musadad ringan.

Akhirnya, sore itu kami keliling Garut, dan benar suasana kota itu indah dan udaranya sejuk, tapi tidak bisa menyejukkan perasaanku melihat kondisi negeri dan bangsa ini yang semakin terpuruk.


Yuvusulikov, Jakarta 2008
Referensi: Kyai Bendo - Garut

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Weeww..manthab om postingan yang ini...hehehehehehe

Oiya om saya mau nanya, menurut om Pancasila ini cocok gak dengan Indonesia Islami, seperti yang om paparkan... misalnya bugis islami, banjar islami, dll (tapi ini versi menyeluruh)

Saya sangat sepakat nih, soalnya jelas gak mungkin dong islam banjar sama dengan islam arab...hehehehe udah pasti gak cocok, wlaupun di paksa pada akhirnya malah menimbulkan perpecahan.

Oiya om, kalo kasus aceh gimana om? daerah itukan diberi hak khusus utk menerapkan syariat islam....walaupun gak menyeluruh (kaffah)...

Sastra Bebas mengatakan...

Pancasila itu, menurut saya hasil derivasi Syari'ah Islam.
Sila Pertama itu, nilai ketauhidan-nya, Sila 2-5, Nilai Keberadaban/Moral/Akhlak,nilai Persatuan/ukhuwah, Keberagaman, Toleransi dan Keadilan. Pada dasarnya Hablum min Allah dan Annas-nya sdh dimasukkan kedalam Pancasila itu.
Soal Aceh, silahkan saja seperti itu, kalau memang jadi kesepakatan masy Aceh, tp tetap dalam koridor Hukum Indonesia, nilai kearifan sosial jangan disingkirkan dr perundang2 negara. Pelaksana negara harus tahu itu, jgn semena2, Indonesia sangat beragam lho. Yang penting jangan ada pemaksaan.

Anonim mengatakan...

Yups bener...itulah sebenarnya hakikat pancasila...hehehehe Dan karena itu pula Indonesia bisa bersatu....

Saya sangat suka dengan postingan nya, membuka wawasan dan cara pandang akan sesuatu...hehehehe

Waaahh menurut saya postingan abang ini sangat menohok ke golongan tertentu lo...hehehehe

Yups bener pemerintah harus sadar betul kalo Indonesia ini sangat beragam....

Sastra Bebas mengatakan...

Kalo ada yg merasa tertohok, berarti dia tidak paham konteks nya dan hanya ingin memaksakan kehendak saja. Harus banyak belajar lagi kalo gitu... he he he

 

September 2008, Design template by Ayi Fahmi.